Era kepemimpinan Gita Wirjawan di PBSI akan diingat setidaknya untuk dua legacy yang telah dibuat. Legacy pertama adalah kontrak pribadi pemain dengan produsen apparel. Pemandangan pemain Indonesia berubah dengan adanya kebijakan ini. Apabila dulu kita hanya melihat pemain dari Eropa yang dalam satu tim nasional atau bahkan dalam satu pasangan ganda berbeda seragamnya, kini pemain Indonesia bisa menampilkan pemandangan serupa. Pemain diberikan hak untuk memilih sponsornya.
Pemain-pemain dengan peringkat dunia yang tinggi akan mendapatkan penawaran tinggi. Tentunya ini menjadi imbalan yang setimpal untuk sebuah prestasi yang sudah diperjuangkan dan memicu atlet lain untuk melampaui atau setidaknya menyamai prestasi atlet pemilik kontrak tinggi.
Legacy yang kedua adalah apa yang kita lihat di dada jersey pemain. Setidaknya sudah ada perusahaan besar yang menaruh logonya di semua dada pemain pelatnas. Pemandangan ini diklaim sebagai simbol kemandirian Pelatnas dalam hal pendanaan yang sudah tidak bergantung ke pemerintah dan BUMN.
Berkaitan dengan kontrak apparel pemain, pemain-pemain Pelatnas masih menjadi yang terdepan. Meskipun tidak bisa dipungkiri, ada beberapa pemain yang cukup terkenal namun di luar Pelatnas yang juga memiliki kontrak apparel yang tidak kalah dengan pemain Pelatnas. Ada satu hal yang bisa menjelaskan hubungan sponsor dan pemilihan pemain Pelatnas yang lebih banyak mendapatkan sponsorship. Dibandingkan pemain-pemain yang bernaung di klub dan juga pemain yang memilih jalur profesional, pemain-pemain di Pelatnas memiliki jadwal turnamen internasional yang lebih banyak dan terencana. Promosi, yang merupakan tujuan dari sponsorship akan tereksekusi dengan maksimal apabila pemain tersebut sudah memiliki jadwal turnamen yang akan diikuti sepanjang tahun. Tak heran, acara perpanjangan kontrak apparel pemain Pelatnas selalu disambut antusias oleh apparel yang memberikan sponsor.
Indonesia, dengan penduduk yang besar serta memiliki tradisi bulutangkis yang kuat memang sudah semestinya menyediakan pasar potensial untuk sponsorship. Di dada pemain baik pemain Pelatnas maupun pemain profesional di luar Pelatnas sudah jamak didapati logo sponsor atau setidaknya logo klub di mana pemain tersebut bernaung. Kesinambungan penyertaan sponsor di dada pemain Pelatnas memperkuat bukti bahwa bulutangkis memiliki potensi.
Dilihat dari sudut pandang pemain, tentu saja semuanya berhak mendapatkan sponsor yang sesuai dengan popularitas dan potensi yang dimilikinya. Namun ada pekerjaan rumah besar yang harus dilakukan oleh pemain profesional untuk terus mendapatkan sponsor yang besar. Popularitas semasa berjaya bisa dikatakan sebagai modal utama, Taufik Hidayat dengan Legend Visionnya bisa menjadi contoh. Hal yang dimaksud pekerjaan rumah pemain profesional untuk menggaet sponsor diantaranya, pengemasan image, keikutsertaan rutin ke turnamen dan target pencapaian tiap turnamen.
Kondisi kondunsif sponsorship pemain Merah Putih bukan tanpa tantangan. Imbal balik peningkatan penjualan dari apparel yang memasang sponsor adalah tolak ukur bagaimana kelanjutan dan peningkatan nilai sponsorship di kemudian hari. Perlu diakui, untuk sponsor apparel-apparel besar, harga apparel bisa dibilang sangat mahal. Sebuah jersey dari apparel besar harganya bisa mencapai sepuluh kali lipat dari jersey apparel lokal. Bisa ditebak, penjualan apparel besar di Indonesia tidak sebesar penjualan di negara-negara yang memiliki kemampuan membeli lebih tinggi. Produk-produk tiruan apparel besar yang beredar bisa saja kedepannya sangat mempengaruhi bagaimana apparel besar akan mensponsori pemain Merah Putih. (petebakar)