Berita > Artikel

Dari Manakah Beban Berat Hendra/Ahsan Berasal?

Selasa, 16 Agustus 2016 22:31:31
5661 klik
Oleh : admin
Kirim ke teman   Versi Cetak

  • Photo: © Yves Lacroix - Badminton Photo

  • Photo: © Yves Lacroix - Badminton Photo

  • Current
Tanda-tanda kegagalan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan di ajang Olimpiade Rio 2916, sesungguhnya bisa dirunut mulai dari setelah mereka menjuarai Super Series Final 2015 di Dubai. Performa mereka tidak terlihat menaik dari awal tahun ini sampai turnamen terakhir mereka sebelum Olimpiade Rio, Australian Super Series.

Di All England mereka hanya sampai babak dua, Malaysia Open Super Series Premier hingga perempat final, Singapore Open Super Series hingga perempat final, BCA Indonesia Open Super Series Premier dan Australian Open Super Series hanya mencapai babak dua. Pada hal seharusnya performa mereka terus menaik dengan puncaknya pada Olimpiade Rio.

Bandingkan dengan Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong yang akhir tahun 2015 dan awal tahun tidak begitu baik, namun terus meningkat pada turnamen-turnamen sebelum Olimpiade Rio. Memang sebagian kita seakan percaya bahwa ini semacam strategi agar permainan Hendra/ Ahsan dijaga agar tidak terbaca oleh kompetitor lain. Asumsi ini diperkuat oleh keberhasilan Hendra/ Ahsan yang mampu menang mudah atas Lee/Yoo di semifinal Thomas Cup yang lalu. Seakan kita percaya bahwa Hendra/ Ahsan kapan mereka mau, mereka akan menang tanpa ada yang mampu melawan.

Kemudian persiapan menjelang Olimpiade Rio juga terlihat sangat baik, bahkan tanpa ada bayang-bayang cedera. Seakan kita yakin sekali bahwa Hendra/Ahsan akan mampu juara pada Olimpiade Ruo kali ini. Namun thesis tersebut runtuh ketika partai kedua di penyisihan grup, Hendra/Ahsan takluk dari ganda putra Jepang, yang sudah sembilan kali mereka kalahkan dengan skor 9-0, dengan permainan yang buruk. Sempat ada harapan mereka akan bangkit pada partai hidup mati dengan ganda putra Tiongkok, Chai Biao/Hong Wei, dengan berbekal kematangan mereka.

Namun, harapan itu sirna karena permainan mereka justru lebih tidak berkembang dari sebelumnya.

Ini tentu patut menjadi pertanyaan kita. Jika beban yang dijadikan alasan, tentu sangat tidak tepat karena hampir semua pemain unggulan tentu punya beban. Bahkan dengan pengalaman segudang tentu hal itu lebih mudah mereka atasi ketimbang pemain yang lebih junior. Pemain-pemain yang lebih muda seperti lawan-lawan utamanya mereka pada penyisihan grup masih lebih mampu menanggung beban itu.

Dugaan saya pribadi adalah soal pengaturan 'peak performance' mereka yang kurang tepat. Sekalipun secara fisik dan teknis mereka sudah disiapkan dengan baik, namun setelah beberapa turnamen dengan performance yang tidak kunjung membaik dan juga tidak bermain pada partai-partai semi-final dan final, tentu ini berpengaruh pada mental pemenang mereka, yang berakibat hadirnya rasa grogi dan ragu-ragu. Terlebih mereka berada pada grup yang sangat berat, langsung bertemu dengan dua ganda putra Top 10, yang membuat mereka langsung berada pada pressure yang sangat tinggi.

Andai saja mereka berada di grup yang lebih ringan, tentu mereka masih punya waktu untuk melakukan aklimatisasi dengan pemainan mereka secara bertahap dari babak demi babak. Apalagi Hendra/Ahsan termasuk pemain yang selalu lambat panas atau 'in' pada sebuah turnamen.

Persoalan pengaturan top performance ini sebetulnya juga terlihat pada Praveen Jordan/Debby Susanto. Saat Olimoiade Rio, mereka tidaklah seprima saat mereka menjuarai All England. Jika mereka bisa seprima saat di All England tentu peluang menghindari bertemu Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir Butet di perempat final, tentu akan lebih besar dengan menjadi juara grup, sekalipun menghadapi Zhang Nan/Zhao Yunlei tidak pernah mudah. Seakan mereka terlambat mendapatkan peak perfomance mereka.

Ini juga terindikasi dengan tidak primanya mereka saat BCA Indonesia Open Super Series Premier (BIOSSP) yang lalu. Namun, bisa jadi ini karena Debby yang sempat sakit saat sebelum BIOSSP. Agar memiliki performa yang lebih baik saat Olimpiade Rio, mereka saat BIOSSP setidaknya mampu mencapai Semifinal.

Semoga ke depan hal seperti ini menjadi catatan PBSI, karena pada sisi yang lain sebetulnya mereka sangat baik melakukan recovery terhadap Tontowi/Liliyana. Hal lain, punya dua pemain/pasangan pada setiap nomor di Olimpiade Rio, mungkin akan lebih baik dan memberi harapan lebih. Semoga PBSI lebih bersiap untuk Olimpiade Tokyo 2020. (argani)

Berita Artikel Lainnya