Berita > Berita

Catatan Olahraga 2005
Kering Prestasi di Cabang yang Basah Medali

Jumat, 23 Desember 2005 18:28:02
6565 klik
Oleh : admin
Kirim ke teman   Versi Cetak

Marthin Brahmanto

AWAN hitam ternyata masih menggelayuti prestasi cabang olah raga atletik dan renang Indonesia. SEA Games XXIII Manila 27 November - 5 Desember 2005 menjadi puncak betapa masih terpuruknya prestasi para atlet Indonesia di cabang bergengsi yang memperebutkan medali emas berlimpah ini.

Di cabang atletik yang mempertandingkan 45 nomor ini, tim atletik Indonesia yang berkekuatan 13 atlet putra dan 13 atlet putri ini hanya kebagian satu medali emas, yaitu dari tangan Oliva Sadi yang turun di nomor lari 5.000 meter putri. Padahal, jauh sebelumnya, Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) menyatakan keyakinannya sanggup menggondol sedikitnya enam medali emas dari lintasan atletik.

Hasil satu emas bisa dikatakan titik perolehan emas terendah tim atletik Indonesia sepanjang sejarah keikutsertaan di pesta olah raga negara-negara Asia Tenggara ini. Prestasi total satu emas, enam perak, dan lima perunggu merosot tajam dibandingkan perolehan atletik di SEA Games Vietnam 2003, yaitu empat emas, empat perak, dan tujuh perunggu. Apalagi jika menilik jauh ke belakang tim atletik Indonesia pernah merajai dengan menggemas hingga 17 emas dalam satu SEA Games.

Lantas pertanyaannya, mengapa prestasi atletik terus mengalami kemunduran?

Banyak hal yang bisa menjadi penyebabnya. Mulai dari lambatnya regenerasi atletik di Tanah Air, dana minim, persiapan dan program latihan yang kurang baik, pelatih yang tidak berkualitas, atlet yang tidak disiplin, kompetisi yang belum berlangsung dengan baik, hingga pengurus maupun pelatih yang buta kekuatan lawan.

Persoalan klasik seperti itu sudah sering didengar dan hampir selalu dijadikan sasaran kambing hitam jika mengalami kegagalan. Apabila PB PASI tidak melakukan perombakan total dalam pembinaan dan masih melulu berkutat pada persoalan dasar seperti itu maka sulit rasanya meroketkan kembali prestasi atletik nasional di kancah internasional.

Penyakit lain yang juga harus dibuang jauh-jauh dari tubuh pengurus, pelatih maupun para atlet atletik adalah mudah puas dan cepat sombong. Jauh sebelum digelarnya SEA Games Manila, para atlet pelatnas diikutsertakan dalam kejuaraan internasional.

Hasilnya cukup memberi harapan. Sprinter andalan nasional John Murray, misalnya, membuat kejutan dengan menjuarai dua seri Kejuaraan Atletik Grand Prix Asia 2005, Juni lalu. Diikuti rekannya, pelempar lembing asal Papua, Ponsianus Genem Kahol dan pelontar martil putri Yurita Aryani yang meraih emas di Malaysia Terbuka maupun Filipina Terbuka serta pelari marathon Ferri Subnefeu yang berhasil masuk jajaran terhormat di beberapa perlombaan marathon internasional.

Melihat hasil-hasil tersebut, salah satu pejabat teras di PB PASI dengan berani menyatakan bahwa atletik Indonesia kini tidak membidik lagi SEA Games namun mengincar prestasi ke jenjang yang lebih tinggi lagi seperti Asian Games dan Olimpiade. Tapi alhasil, para atlet yang digadang-gadang bakal bersinar ternyata malah melempem di SEA Games Manila. Entah mengalami demam panggung, entah karena sudah puas di berbagai kejuaraan internasional yang bertaburan hadiah uang.

Target pencapaian prestasi olahraga harus mengarah pada titik prestasi tertinggi. Namun demikian jangan melupakan ada tahap yang harus dilalui dari bawah. Jangan pernah bermimpi menjadi juara di Asian Games ataupun di Olimpiade jika di SEA Games saja kalah dan tidak mampu bersaing.

Ketua Umum PB PASI Bob Hasan telah membuka diri menerima kritik dan masukan untuk perbaikan. PASI juga menyiapkan sedikitnya 30 atlet yunior untuk dilatih dalam program jangka panjang mulai Januari 2006. Upaya ini diharapkan menjadi dasar kebangkitan atletik Indonesia.


Renang Lebih Baik

Kendati masih paceklik prestasi, nasib cabang renang sedikit lebih baik dibandingkan atletik. Cabang yang pada era 1970 hingga 1990-an, menjadi tambang emas kontingen Indonesia berhasil menggondol empat medali emas di SEA Games Manila.

Keempat medali emas tersebut disumbangkan perenang gaek Richard Sam Bera di nomor 100 meter gaya bebas putra, Donny B Utomo di nomor 200 meter gaya kupu-kupu, Magdalena Sutanto di nomor 800 meter gaya bebas dan tim estafet 4 x 100 meter gaya ganti putra. Hasil ini lebih bagus dibandingkan SEA Games Vietnam yang hanya mendapatkan satu medali emas. Namun demikian hasil ini tentu saja belum memuaskan. Karena atlet-atlet muda yang dikirim berlatih ke luar negeri dan memakan biaya yang cukup besar, ternyata masih belum berdaya menghadapi perenang-perenang muda dari negara peserta SEA Games lainnya.

Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PB PRSI) Lukman Niode menyatakan pihaknya membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk bisa mengembalikan kejayaan renang Indonesia. Karena itu, diperkirakan baru pada SEA Games 2007 tim renang Tanah Air bisa mendulang medali dalam jumlah besar seperti pada periode 1970-an hingga periode 1990-an.

Ada begitu banyak yang harus diperbaiki, antara lain sistem pembinaan. Selama ini kita kurang memiliki pedoman yang jelas dalam melakukan pembinaan. Apalagi, kompetisi renang juga masih kurang, paparnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, selain karena lalai meningkatkan fasilitas dan sarana pembinaan, prestasi olahraga renang Indonesia juga melorot karena negara-negara lain di Asia Tenggara mampu segera memperbaiki diri. Thailand, misalnya, dulu belajar dari kita. Sekarang, kita malah ketinggalan dibanding negara itu, ungkapnya.

Secara keseluruhan, perenang yunior Tanah Air masih belum matang. Padahal, lawan mereka banyak yang masih berusia belasan tahun. Perenang yunior kita masih mentah. Regenerasi di negara lain berjalan mulus. Sementara di sini perenang yunior sulit sekali mengalahkan seniornya, kata mantan perenang nasional itu.

Cabang olah raga atletik dan renang merupakan tambang emas di arena kejuaraan multievent seperti SEA Games, Asian Games dan Olimpiade. Penguasaan terhadap dua cabang yang masing-masing memperebutkan lebih dari 40 medali emas ini menjamin suatu negara untuk meraih posisi terhormat . Di SEA Games, misalnya, jika berhasil menyapu bersih medali emas di kedua cabang tersebut, hampir dipastikan gelar juara umum sudah ada di tangan. Tetapi kenyataannya, kita harus mengakui bahwa kita kering prestasi di cabang-cabang olahraga yang basah medali.

Sudah banyak pendapat dari tokoh-tokoh maupun masyarakat olah raga yang jauh-jauh hari menyuarakan agar induk olah raga (KONI Pusat) maupun pengurus besar kedua cabang ini untuk lebih menaruh perhatian terhadap pembinaan dua cabang olah raga ini. Namun sampai sekarang masukan-masukan seperti itu masih belum ditanggapi secara serius. Kita harus belajar dari pengalaman. Jangan sampai prestasi olah raga Indonesia khususnya atletik dan renang semakin terpuruk akibat tidak ada perhatian dan juga salah urus.

Sumber: www.suarapembaruan.com

Berita Berita Lainnya