Berita > Artikel

Sudahkah Olahraga Kita Merdeka?

Sabtu, 19 Agustus 2006 18:20:04
2237 klik
Oleh : admin
Kirim ke teman   Versi Cetak

Oleh: ErwinLobo

Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-61 Kemerdekaan RI bagi dunia olahraga Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Peringatan bukan saja berarti dengan hikmad mengikuti apel atau upacara bendera. Tetapi lebih dari pada itu, momentum kemerdekaan hendaknya diambil dengan sikap merenungkan kondisi olahraga di Tanah Air.

Patut direnungkan pertanyaan ini, sudahkah olahraga kita merdeka? Merdeka yang dimaksud di sini tentu saja bebas dari keterkungkungan, kemiskinan, keterbelakangan, dan kebijakan yang sewenang-wenang.

Sepanjang setahun perjalanan olahraga Indonesia banyak yang telah terjadi. Suka dan duka (meskipun lebih banyak dukanya) datang silih berganti. Keterpurukan kontingen Indonesia pada SEA Games 2005 di Filipina, merupakan catatan terburuk prestasi tim Merah-Putih sepanjang mengikuti event dua tahun tersebut.

Pemerintah melalui Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga berusaha melakukan perubahan. Melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (Sisornas) asa untuk meningkatkan prestasi pun disandarkan.

Setidaknya ada dua hal penting dalam olahraga yang berusaha diperbaiki. Pertama menyangkut atlet dalam hal ini kesejahteraan dan kedua menyangkut sarana dan prasarana olahraga.

Terkait kedua hal yang tersebut di atas dan didasarkan pada UU Nomor 3 Tahun 2005, setidaknya ada dua hal yang terjadi pada tahun ini dan cenderung bertentangan.

Di pengujung bulan Juni lalu, Pemerintah Pusat memberikan penghargaan kepada 10 atlet berprestasi berupa masing-masing satu unit rumah yang tersebar di tujuh provinsi di seluruh Indonesia. Pemberian penghargaan itu langsung diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Bagi para atlet khususnya yang menerima penghargaan, kebijakan pemerintah itu bagaikan setetes air di saat haus. Salah seorang atlet dari cabang olahraga tinju yang menerima penghargaan itu, La Paene Massara mengaku senang dengan perhatian yang diberikan pemerintah kepada sebagian besar atlet yang saat ini kesejahteraannya jauh dari cukup.

Deputi Bidang Peningkatan Prestasi dan Iptek Olahraga, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, Hari Setiono, pernah mengatakan, penghargaan ini diberikan sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 khususnya mengenai kesejahteraan atlet.

Menurut Hari, 10 olahragawan yang menerima penghargaan ini merupakan pilihan dari 119 atlet dan mantan atlet yang mendaftar. Syarat untuk bisa menerima penghargaan, tambahnya, harus memiliki prestasi internasional dan tidak mampu secara finansial.

Pemberian bantuan itu bukannya tanpa persoalan. Beberapa masalah muncul antara lain atlet yang menerima penghargaan tidak serta merta keesokan harinya bisa langsung menghuni rumah yang diberikan.

Contohnya, kendala yang dihadapi untuk menyediakan rumah bagi atlet Yudi Suhartono dari cabang angkat besi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) adalah karena tanah tempat dibangunnya rumah belum bisa ditentukan.


Stadion Menteng

Di sisi lain, saat pemerintah berusaha melaksanakan amanat UU Sisornas dengan memberi kesejahteraan bagi atlet, terjadi peristiwa yang cukup menyedihkan bagi kalangan olahraga yakni penggusuran Stadion Olahraga Persija Menteng.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akhirnya dengan kekuatan yang dimiliki membongkar paksa stadion olahraga dengan dalih akan dibuatkan taman kota.

Kurangnya ruang terbuka hijau di Kota Jakarta pun dijadikan alasan untuk menggolkan proyek senilai Rp 32 miliar tersebut. Masyarakat olahraga pun menduga-duga, upaya Pemprov DKI ini ditunggangi kepentingan bisnis menyusul akan dibangunnya lahan parkir setinggi empat lantai dalam areal taman, meskipun isu ini langsung dibantah.

Gubernur Gubernur Sutiyoso dalam suratnya kepada Menteri Negara Pemuda dan Olahrag, Adhykasa Dault, berkelit kalau pihaknya disebut meniadakan sarana dan prasarana olahraga.

Dalam surat itu juga disampaikan selain sebagai ruang terbuka hijau taman Menteng juga akan mengakomodasi kegiatan olahraga seperti futsal, bola basket, bola voli, bulutangkis, sepatu roda, dan joging area, tanpa pengembangan lahan untuk tujuan komersial.

Sedangkan sebagai pengganti olahraga sepakbola yang selama ini dilakukan di Stadion Menteng, Pemprov DKI akan menyiapkan Stadion VIJ Roxy untuk kompetisi antarklub Persija dan Stadion Lebak Bulus untuk kompetisi sepakbola Liga Indonesia.

Menanggapi aksi penggusuran itu Adhyaksa Dault, berencana mempertimbangkan untuk melakukan upaya hukum. Adapun dasar pertimbangannya adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005.

Dengan menggusur Stadion Menteng, Pemprov DKI telah dinilai melabrak UU dengan mengalihfungsikan lahan atau sarana dan prasarana olahraga karena dilakukan tanpa adanya rekomendasi dari menteri (sesuai Pasal 67 ayat (7)). Kasus Stadion Menteng ini pun belum ada perkembangan hingga sekarang.

Dengan dua contoh kasus ini, kita mau katakan jika olahraga Indonesia mau maju, olahraga harus merdeka dari kemiskinan, keterbelakangan, dan keterkungkungan termasuk belenggu kebijakan.

Sumber: suarapembaruan.co.id

Berita Artikel Lainnya