Kesuksesan tak pernah datang begitu saja. Tak pernah bisa diraih bagai membalikkan telapak tangan. Selalu harus melewati jalan berliku dan perjuangan berat. Begitu jugalah, Bagas Maulana bersama pasangannya Muhammad Shohibul Fikri, melakoni cerita pahit untuk meraih mimpi naik ke podium juara. Meraih titel juara ganda putra All England 2022.
Di turnamen bulutangkis tertua dunia, yang telah dihelat sejak tahun 1899, Bagas/Fikri yang turun ke arena sebagai pasangan yang tak diperhitungkan. Akhirnya menjadi "The Giant Killer" yang menumbangkan satu per satu para pebulutangkis top dunia.
Kemenangan Bagas di All England merupakan cerminan atas sosok anak muda yang senantiasa bekerja keras, terpuruk namun mampu bangkit lagi, dan juga kegigihan mengejar apa yang dia impikan. Demi merentang karier di panggung bulutangkis, Bagas sempat tiga kali berganti klub. Terakhir, pada 2012, ia berlabuh ke PB Djarum. Meski klub ini bermarkas di Kudus, Bagas yang memang sejak awal bermain di sektor ganda justru berlatih di Kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Dua pelatih bertangan dingin di PB Djarum mengantarkannya ke tangga juara, meraih mimpi. Mereka adalah Ade Lukas dan Sigit Budiarto, yang juga mengasah bakat Kevin Sanjaya Sukamuljo. Siapa tak kenal Sigit Budiarto? Sigit, sang legenda bulutangkis Indonesia adalah peraih gelar juara dunia 1997 di sektor ganda putra kala berpasangan dengan Candra Wijaya.
“Saya bersyukur memiliki kesempatan dilatih oleh Mas Ade Lukas dan Mas Sigit. Pengalaman mereka bertanding di berbagai kejuaraan sebagai atlet ganda putra dan juga mengasah atlet-atlet muda memberikan saya banyak wawasan dalam mengasah teknik dan kemampuan,†jelas Bagas usai seremoni “Penghargaan Atlet PB Djarum Juara Ganda Putra All England 2022†yang digelar secara daring, Rabu (20/4) kemarin.
Tempaan Ade Lukas dan Sigit Budiarto sejak bergabung di PB Djarum begitu membekas di karir Bagas yang membawanya ke Pelatnas Cipayung pada tahun 2017. Sebelum menjadi skuad Pelatnas Cipayung, karir Bagas bersama PB Djarum terbilang cukup menawan. Di tahun 2014, Bagas, atlet kelahiran Cilacap, 20 Juli 1998 ini berhasil mengoleksi gelar juara di kejuaraan Singapore Youth International, Djarum Sirnas Surabaya dan Mens Double Championships.
Meski begitu, karier Bagas tak selamanya mulus. Ada momen dimana ia paceklik gelar, tepatnya sejak 2015 hingga sekitar pertengahan 2016. Ketika itu, podium tertinggi yang bisa ia raih hanyalah runner-up. Di masa-masa ini pula Bagas menemukan titik balik dari karier bulutangkisnya.
“Kalau ditanya kecewa karena tidak juara, pasti kecewa. Ditambah lagi ayah juga bilang kalau masih gagal juara, mundur dari bulutangkis. Ikut seleksi tentara saja. Tapi saya tidak putus asa, ini justru memberikan saya motivasi untuk menunjukkan kemampuan saya di atas lapangan,†kata Bagas mengenang cerita pahit.
Dan seperti ungkapan, upaya tidak pernah mengkhianati hasil, ternyata benar adanya. Kerja keras Bagas terbayarkan dengan gelar juara di tiga turnamen bulutangkis yakni Djarum Sirnas Premier Jakarta Open 2016, Indonesia Junior Grand Prix 2016 dan Kejurnas Taruna 2016. Alih-alih masuk jadi tentara seperti yang diutarakan sang ayah, pada Januari 2017, Bagas justru menjadi penghuni baru Pelatnas PBSI.
“Ketika masuk Pelatnas, saya sadar kalau saya harus berlatih ekstra keras lagi. Karena persaingan disini ketat sekali. Istilahnya semua yang terbaik di Indonesia mayoritas ada di Pelatnas,†jelas Bagas.
Di titik inilah, perjuangan Bagas mengukir prestasi di panggung bulutangkis dunia dimulai. Demi menjadi pemain yang diperhitungkan di Pelatnas, Bagas rajin menambah porsi latihan di luar program latihan yang sudah ada.
“Kalau tidak menambah latihan sendiri di luar program yang ada, saya pasti ketinggalan dengan yang lain, karena banyak yang lebih hebat dari saya,†Bagas menjelaskan.
Salah satu aspek yang ia latih adalah meningkatkan kecepatan dan keakuratan smash dengan cara melatih otot-otot bagian tangan di gym. Selain itu, Bagas juga berlatih cara bertahan yang baik ketika diserang lawan dan teknik mengatur tempo permainan sehingga bisa meraih poin demi poin kala bertanding. Dengan rajin berlatih itulah, Bagas kini memiliki postur atletis dengan tinggi 182 cm dan berat badan 83 kg.
Namun, sekalipun sudah berlatih giat, bukan berarti Bagas serta merta menjadi pilihan utama pelatih. Justru, tahun lalu ia dan Fikri sempat terpuruk ketika tidak terpilih masuk ke dalam tim Thomas Cup.
“Kecewa iya, tapi ya saya bersabar saja anggap belum rezeki untuk membela Indonesia di Thomas Cup. Dan ternyata, kesabaran itu ada hikmahnya. Yang penting jangan putus asa, jangan menyerah,†ujar Bagas yang berkata selalu menanamkan kalimat "usaha akan menemui jalannya menuju keberhasilan".
Pada akhirnya, perjuangan dan kesabaran Bagas selama lima tahun di Pelatnas membuahkan hasil yang sangat mengagumkan; Juara Ganda Putra All England. Ia berharap dan sangat yakin, kemenangan ini adalah keran pembuka dari prestasi-prestasi yang lebih tinggi di masa mendatang.
Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation yang juga Ketua PB Djarum, Yoppy Rosimin, bangga dengan kerja keras dan perjuangan yang ditunjukkan Bagas Maulana demi mengembangkan kemampuan bermainnya sehingga mampu merengkuh gelar juara. Yoppy berharap, Bagas tidak berpuas diri karena persaingan akan semakin ketat di masa mendatang.
“Gelar juara adalah milik para atlet yang pantang menyerah dan terus berjuang hingga akhir. Saya harap, Bagas tidak berpuas diri dengan pencapaian ini karena masih ada prestasi yang lebih tinggi lagi yang harus diraih. Disamping itu, saya juga berharap apa yang sudah dilakukan Bagas dapat menginspirasi dan memotivasi para pebulutangkis junior agar pantang putus asa hingga mampu mencapai yang dicita-citakan,†ujar Yoppy. (*)