Ketertarikan Dhina Pramita Susanti terhadap gerakan shuttlecock dalam permainan bulutangkis, mengantarkannya melanglang buana ke Polandia. Di negeri Lech Walesa ini, Dhina tampil di 'The First Step to Nobel Prize (FSNP) in Physics ke-13 tahun 2005' dan tak tanggung-tanggung ia bakal berdiri di podium kehormatan ajang prestisius itu. Ia dipastikan meraih medali emas.
Hebatnya, tim Merah Putih tak hanya akan menempatkan Dhina (SMAN 3 Semarang) di podium kemenangan Nobel Prize. Anike Nelce Bowaire, siswi SMAN 1 Serui Papua, juga berhasil membawa pulang medali emas berkat risetnya yang memikat tentang chaos dalam sistem pegas horizontal yang diputar dengan percepatan konstan . Inilah kemenangan spektakuler anak bangsa di ajang riset fisika internasional setelah pada 2004 lalu siswa SMAN 3 Jayapura, Septinus George Saa akrab dipanggil Age menyabet prestasi serupa. ''Hasil yang diraih kedua srikandi Indonesia sangat luar biasa. Mereka memberikan harapan di tengah begitu banyak problem yang sedang melanda Indonesia,'' kata ketua tim olimpiade fisika Indonesia, Yohanes Surya, Kamis (10/6) melalui rilisnya.
Kata Yohanes, secara resmi hasil perlombaan tersebut baru akan diumumkan pekan depan. Namun, Presiden International Physics Olympiad (IPhO), Waldemar Gorzkowski, telah menyampaikan informasi tersebut kepadanya melalui e-mail. Selain Dhina dan Anike, medali emas juga diraih oleh Marina Radulaski (Serbia-Montenegro) dengan riset berjudul 'Trajectories Relevant for Calculation of Path Integrals in Quantum Mechanics'. Juga Stanley Shang Chiang (Amerika Serikat) tentang 'A Step Closer to The Quantum Computer: Fabrication of Novel Superconducting Josephson Junctions to Couple Multiple Flux States of A Quantum Bit'.
Kompetisi FSNP adalah sebuah kompetisi riset ilmiah bagi anak-anak SMA se-dunia yang diadakan setiap tahun. Pada kompetisi ini para peserta diminta untuk melakukan riset ilmiah di negara masing-masing, Hasil terbaik dari tiap negara dikirim ke kompetisi ini yang berpusat di Polandia. Hasil riset kemudian diperiksa oleh juri internasional dari 23 negara untuk dipilih beberapa paper terbaik sebagai pemenangnya. Tahun ini Indonesia mengirim tiga hasil riset siswanya, Dhina Susanti tentang 'Curved Motion of A Shuttlecock'; Anike Bowaire tentang 'Chaos in An Accelerated Rotating Horizontal Spring; dan Kridha Handaya tentang 'Javanese Gong'.
Dalam paper-nya, Dhina membuat analisa gerakan shuttlecock (kok) dalam permainan bulutangkis. Dalam risetnya Dhina mengambil video permainan bulutangkis lalu menganalisa gerakan shuttlecock-nya dengan memperhatikan kontribusi berbagai gaya yang bekerja selama gerakan itu. Dhina menemukan bahwa kontribusi gaya hambat udara sangat besar sedangkan gaya Archimedes sangat kecil. Yang menarik adalah ia menemukan bahwa model gaya hambat udara yang cocok untuk gerakan shuttlecock ini adalah gaya hambat udara sebanding linear dengan kecepatan bukan sebanding dengan kuadrat kecepatan seperti pada permainan sepakbola atau tenis.
Model Dhina ini sangat bermanfaat untuk analisa permainan bulutangkis terutama dalam menganalisa berbagai pukulan seperti smash, dropshot, dan sebagainya. Sementara, Anike menulis paper yang cukup mengagumkan tentang chaos (sistem kompleks) di dalam sistem pegas horizontal yang diputar dengan percepatan konstan. Ide ini diinspirasikan dari soal eksperimen olimpiade fisika Internasional 2004.
Selama ini orang selalu menganalisa chaos dengan menggunakan model pegas yang diayun vertikal. Chaos mempunyai aplikasi yang sangat luas dari mulai tetes air dari kran, computer art, sistem-sistem biologi, cuaca di atmosfir hingga peramalan saham di bursa efek. ''Model pegas Horizontal (model Bowaire) ini akan membuka penelitian lebih lanjut tentang chaos ini yang selama ini didominasi oleh pegas vertikal,'' terang Yohanes Surya.
(imy )
sumber:
www.republika.co.id